Kamis, 06 September 2012

Helicobacter Pylori dan Penanganannya

Helicobacter Pylori dan Penanganannya





Definisi Helicobacter Pylori

Helicobacter pylori (H. pylori) adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Bakteri ini juga adalah penyebab yang paling umum dari borok-borok (ulcers) diseluruh dunia. Infeksi H. pylori kemungkinan besar didapat dengan memakan makanan dan air yang tercemar (terkontaminasi) dan melalui kontak orang ke orang. Di Amerika, 30% dari populasi orang dewasa terinfeksi. 50% dari orang-orang yang terinfeksi adalah terinfeksi pada umur 60 tahun. Infeksi lebih umum pada kondisi-kondisi hidup yang penuh sesak dengan sanitasi yang jelek. Pada negara-negara dengan sanitasi yang jelek, 90% dari populasi dewasa dapat terinfeksi. Individu-individu yang terinfeksi biasanya membawa infeksi terus menerus (tak terbatas) hingga mereka dirawat dengan obat-obat untuk membasmi bakteri. Satu dari setiap tujuh pasien dengan infeksi H. pylori akan mengembangkan borok-borok duodenum (usus dua belas jari) atau lambung. H. pylori juga berhubungan dengan kanker perut dan suatu tipe yang jarang dari tumor lymphocytic dari perut yang disebut MALT lymphoma.

Mendiagnosis Infeksi Helicobacter Pylori

Tes-tes yang akurat dan mudah untuk mendeteksi infeksi H. pylori tersedia. Mereka termasuk tes-tes darah antibodi, tes-tes napas urea, tes-tes antigen tinja , dan biopsi-biopsi endoskopi.
Tes-tes darah untuk kehadiran antibodi-antibodi dari H. pylori dapat dilaksanakan secara mudah dan cepat. Bagaimanapun, antibodi-antibodi darah dapat bertahan bertahun-tahun setelah pembasmian H. pylori dengan antibiotik-antibiotik. Oleh karenanya, tes-tes antibodi darah mungkin baik untuk mendiagnosis infeksi, namun mereka tidak baik untuk menentukan apakah antibiotik-antibiotik telah membasmi secara sukses bakteri-bakterinya.
Tes napas urea [urea breath test (UBT)] adalah suatu tes yang aman, mudah dan akurat untuk kehadiran dari H. pylori didalam perut/lambung. Tes napas bersandar pada kemampuan dari H. pylori mengurai kimia yang terjadi secara alami, urea, kedalam karbondioksida yang diserap dari perut dan dieliminasi dari tubuh dalam napas. Sepuluh sampai 20 menit setelah menelan sebuah kapsul yang mengandung suatu jumlah yang sangat kecil dari urea yang beradioaktif, suatu contoh napas diambil dan dianalisa untuk karbondioksida yang beradioaktif. Kehadiran dari karbondioksida yang beradioaktif dalam napas (sebuah tes yang positif) berarti bahwa ada infeksi yang aktif. Tes menjadi negatif (tidak ada karbondioksida beradioaktif dalam napas) tidak lama sesudah pembasmian bakteri dari perut dengan antibiotik-antibiotik. Meskipun faktanya bahwa individu-individu yang mempunyai tes napas terpapar pada suatu jumlah yang kecil dari radioaktif, tes napas telah dimodifikasi sehingga ia juga dapat dilaksanakan dengan urea yang tidak beradioaktif.
Endoskopi adalah suatu tes yang akurat untuk mendiagnosis H. pylori begitu juga peradangan dan borok-borok yang disebabkan olehnya. Untuk endoskopi, dokter memasukkan suatu tabung peneropong yang lentur (endoscope) melalui mulut turun ke kerongkongan (esophagus), dan kedalam lambung dan duodenum. Sewaktu endoskopi contoh-contoh jaringan yang kecil (biopsies) dari lapisan lambung dapat diangkat/diambil. Sebuah contoh biopsi diletakkan diatas sebuah kaca mikroskop khusus yang mengandung urea (contoh, CLO test slides). Jika ureanya diurai oleh H. pylori didalam biopsi, ada suatu perubahan warna sekeliling biopsi pada kaca mikroskop. Ini berarti ada suatu infeksi dengan H. pylori didalam perut/lambung.
Tes yang paling akhir dikembangkan untuk H. pylori adalah suatu tes dimana kehadiran bakteri dapat didiagnosis dengan sebuah contoh dari feces/tinja. Tes menggunakan suatu antibodi dari H. pylori untuk memastikan jika H. pylori hadir dalam feces/tinja. Jika ya, itu berarti H. pylori menginfeksi perut. Seperti tes napas urea, sebagai tambahan pada diagnosis infeksi dengan H. pylori, feces dapat digunakan untuk menentukan apakah pembasmian telah efektif tidak lama kemudian setelah perawatan. 


Tujuan Merawat H. pylori

Infeksi kronis dengan H. pylori melemahkan pertahanan-pertahanan alami dari lapisan perut terhadap aksi/tindakan dari asam yang mebuat borok. Obat-obat yang menetralkan asam lambung (antacids), dan obat-obat yang mengurangi pengeluaran asam didalam lambung (H2-blockers dan proton pump inhibitors atau PPIs) telah digunakan secara efektif bertahun-tahun untuk merawat borok-borok. H2-blockers, termasuk ranitidine (Zantac), famotidine (Pepcid), cimetidine (Tagamet), dan nizatidine (Axid). PPIs termasuk omeprazole (Prilosec), lansoprazole (Prevacid), rabeprazole (Aciphex), pantoprazole (Protonix), dan esomeprazole (Nexium). Antacids, H2-blockers dan PPIs, bagaimanapun, tidak membasmi H. pylori dari perut, dan borok-borok (ulcers) seringkali segera kembali setelah obat-obat ini dihentikan. Karenanya, antacids, H2-blockers atau PPIs harus diminum setip hari untuk bertahun-tahun untuk mencegah kekambuhan dari borok-borok dan komplikasi-komplikasi dari borok-borok seperti perdarahan, perforasi/pelubangan, dan gangguan perut. Pembasmian dari H. pylori mencegah kembalinya borok-borok dan komplikasi-komplikasi borok bahkan setelah obat-obat dihentikan. Pembasmian dari H. pylori juga adalah penting dalam merawat kondisi yang jarang yang dikenal sebagai MALT lymphoma dari perut. Perawatan dari H. pylori untuk mencegah kanker perut adalah kontroversial dan didiskusikan kemudian.

Merawat H. pylori

H. pylori adalah sulit untuk dibasmi dari perut karena ia mampu mengembangkan perlawanan terhadap antibiotik-antibiotik yang biasa digunakan. Oleh karenanya, dua atau tiga antibiotik-antibiotik biasanya diberikan bersama dengan suatu campuran yang mengandung PPI dan/atau bismuth untuk membasmi bakteri. Bismuth dan PPIs mempunyai efek-efek anti H. pylori. Contoh-contoh dari kombinasi-kombinasi obat-obat yang efektif adalah:
  • Suatu PPI, amoxicillin (Amoxil) dan clarithromycin (Biaxin)
  • Suatu PPI, metronidazole (Flagyl), tetracycline dan bismuth subsalicylate
Kombinasi-kombinasi dari obat-obat ini dapat diharapkan menyembuhkan 70%-90% dari infeksi-infeksi. Bagaimanapun, studi-studi telah menunjukkan bahwa perlawanan dari H. pylori (kegagalan dari antibiotik-antibiotik untuk membasmi bakteri-bakteri) pada clarithromycin adalah umum diantara pasien-pasien yang mempunyai paparan sebelumnya pada clarithromycin atau antibiotik-antibiotik macrolide lainnya yang secara kimia serupa (seperti erythromycin). Dengan cara yang ama, perlawanan H. pylori pada metronidazole adalah umum diantara pasien-pasien yang mempunyai paparan sebelumnya pada metronidazole. Pada pasien-pasien ini, dokter-dokter harus mencari konbinasi-kombinasi lain dari antibiotik-antibiotik untuk merawat H. pylori. Perlawanan (resistensi) terhadap antibiotik adalah penyebab yang lain mengapa antibiotik-antibiotik harus digunakan secara hati-hati dan bijaksana untuk sebab-sebab yang benar, dan penggunaan antibiotik-antibiotik yang sembarangan untuk sebab-sebab yang tidak pantas harus tidak dilakukan.
Beberapa dokter mungkin ingin memastikan pembasmian dari H. pylori setelah perawatan dengan suatu tes napas urea atau suatu tes feces, terutama jika telah ada komplikasi-komplikasi serius dari infeksi seperti perforasi/pelubangan atau perdarahan didalam lambung atau duodenum. Biops-biopsi endoskopi untuk memastikan pembasmian bakteri adalah tidak perlu, dan tes-tes darah adalah tidak baik untuk memastikan pembasmian karena akan memakan waktu berbulan-bulan untuk antibodi-antibodi dari H. pylori untuk berkurang. Tes-tes terbaik untuk memastikan pembasmian adalah tes-tes napas dan feces yang telah dibahas sebelumnya. Pasien-pasien yang telah gagal untuk membasmi H. pylori dengan perawatan dirawat kembali, seringkali dengan suatu kombinasi berbeda dari obat-obatan. 


Siapa Yang Harus Menerima Perawatan ?

Ada suatu konsensus umum diantara dokter-dokter bahwa pasien-pasien harus dirawat jika mereka terinfeksi dengan H. pylori dan mempunyai borok-borok (ulcers). Tujuan dari perawatan adalah untuk membasmi bakteri, menyembuhkan borok-borok, dan mencegah kembalinya borok-borok. Pasien-pasien dengan MALT lymphoma dari perut juga harus dirawat. MALT lymphoma adalah jarang, namun tumor seringkali mundur dengan cepat atas pembasmian yang sukses dari H. pylori.
Pada saat ini tidak ada rekomendasi yang formal untuk merawat pasien-pasien yang terinfeksi H. pylori tanpa penyakit borok atau MALT lymphoma. Karena kombinasi-kombinasi antibiotik dapat mempunyai efek-efek sampingan dan kanker-kanker perut adalah jarang di Amerika, dirasakan bahwa risiko-risiko perawatan untuk membasmi H. pylori pada pasien-pasien tanpa gejala-gejala atau borok-borok mungkin tidak membenarkan manfaat-manfaat yang tidak terbukti dari perawatan untuk tujuan pencegahan kanker perut. Pada sisi lain, infeksi H pylori diketahui menyebabkan atrophic gastritis (peradangan kronis dari perut yang menjurus pada berhentinya pertumbuhan lapisan dalam perut). Beberapa dokter-dokter percaya bahwa atrophic gastritis dapat menjurus pada perubahan-perubahan sel (intestinal metaplasia) yang dapat menjadi pelopor dari kanker perut. Studi-studi telah menunjukkan bahwa pembasmian H.pylori dapat membalikkan atrophic gastritis. Jadi, beberapa dokter-dokter merekomendasikan perawatan dari pasien-pasien yang bebas borok dan gejala yang terinfeksi H. pylori.
Banyak dokter-dokter percaya bahwa dyspepsia mungkin berhubungan dengan infeksi H. pylori. Meskipun masih belum jelas apakah H. pylori menyebabkan dyspepsia, banyak dokter-dokter akan memeriksa pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dan merawat mereka jika infeksi hadir.
Ilmuwan-ilmuwan yang sedang mempelajari genetik-genetik dari H. pylori telah menemukan tipe-tipe (strain) berbeda dari bakteri-bakteri. Beberapa tipe-tipe dari H. pylori tampaknya lebih mudah menyebabkan borok-borok dan kanker perut. Penelitian lebih lanjut pada area ini mungkin membantu dokter-dokter untuk memilih secara cerdas pasien-pasien yang memerlukan perawatan. Vaksinasi terhadap H. pylori tampaknya tidak tersedia dalam waktu yang dekat.

Sumber : http://www.totalkesehatananda.com/hpylori1.html


TERAPI KOMBINASI UNTUK ERADIKASI HELICOBACTER PYLORI PADA PEPTIC ULCER DISEASE

TERAPI KOMBINASI UNTUK ERADIKASI HELICOBACTER PYLORI
PADA PEPTIC ULCER DISEASE

Penulis : Heribertus Rinto Wibowo (078115053)
Mahasiswa Program Studi Apoteker
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Apakah Anda sering mengalami nyeri pada saluran cerna? Apakah Anda mempunyai riwayat sakit maag? Ataukah Anda sering merasa mual dan muntah serta sering terbangun di malam hari karena mengalami rasa nyeri yang hebat di bagian lambung atau di ulu hati? Jika iya, sebaiknya Anda perlu lebih waspada mulai dari sekarang. Nyeri merupakan suatu pertanda telah terjadi sesuatu yang tidak beres dalam tubuh Anda. Kemungkinan telah terjadi sesuatu di dalam saluran pencernaan Anda. Jangan pernah menganggap remeh rasa nyeri itu sebelum semuanya menjadi terlambat untuk diatasi.

Seringkali kita menganggap sakit atau nyeri yang sering terjadi di saluran cerna sebagai sakit maag yang disebabkan oleh asam lambung yang berlebihan. Asam lambung merupakan salah satu faktor yang biasanya menjadi kambing hitam untuk gangguan pada saluran cerna. Akibatnya, setiap ada nyeri pada bagian lambung atau usus, obat yang diberikan adalah obat antasid (anti acid atau anti asam). Hal tersebut memang tidak sepenuhnya salah, tetapi ada faktor lain yang perlu dicurigai sebagai penyebab sakit di saluran pencernaan, terutama di bagian lambung dan usus. Selain asam lambung yang berlebih, stress dan infeksi bakteri Helicobacter pylori juga memicu terjadinya luka pada mukosa lambung dan usus(3). Luka inilah yang dikenal sebagai tukak lambung dan tukak duodenum (peptic ulcer disease)(2). Faktor-faktor penyebab nyeri pada lambung atau usus harus diketahui untuk menentukan terapi pengobatan yang akan dilakukan.
Apa yang menjadi sasaran utama terapi tukak lambung dan tukak duodenum? Sasaran terapi ini adalah bakteri Helicobacter pylori dan asam lambung. Helicobacter pylori ditetapkan sebagai tersangka utama nomor dua sebagai penyebab utama terjadinya tukak lambung dan tukak duodenum setelah asam lambung. Pada tahun 1982, ketika Barry Marshall dan Robin Warren menemukan bakteri ini, stress dan gaya hidup masih dianggap sebagai penyebab utama tukak. Marshall dan Warren terus menerus meneliti bakteri ini dan akhirnya mendapatkan hubungan antara bakteri ini dengan tukak. Helicobacter pylori ditemukan pada lebih dari 90% pasien yang mengalami tukak duodenum dan 70% pasien yang mengalami tukak lambung(4). H.pylori merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk spiral yang membentuk koloni pada bagian bawah lambung (pada bagian pylorus atau pada daerah perbatasan dengan usus)(4). Berkat jasanya menemukan bakteri H.pylori sebagai penyebab baru tukak lambung dan tukak duodenum, Marshall dan Warren mendapatkan hadiah nobel dalam bidang kesehatan (Noble Prize in Physiology or Medicine) pada tahun 2005.
Bagaimana bakteri ini mampu menyebabkan luka pada dinding lambung? Jawabannya terdapat pada enzim urease yang dihasilkan oleh bakteri ini. Enzim ini akan menghasilkan amonia yang bersifat toksik dan merusak pertahanan mukosa lambung(4). Kerusakan mukosa diperparah dengan hadirnya asam lambung berlebih yang juga ikut ambil bagian untuk menyerang pertahanan di daerah ini. Sel-sel mukosa tak mampu menahan serangan dari asam lambung dan akhirnya sel-sel ini pun mati. Regenerasi sel mukosa tak mampu mengimbangi perlawanan asam lambung dan invasi bakteri H.pylori sehingga semakin lama dinding lambung dan usus akan terus menerus terkikis, dan menipis. Luka menjadi semakin melebar dan dalam, sehingga suatu saat akan terjadi pendarahan pada dinding lambung dan usus (bleeding). Selain pendarahan, jika semakin parah akan terbentuk lubang (dinding lambung mengalami perforasi) sehingga makanan di dalam lambung dapat tumpah ke rongga perut.
Tujuan dari terapi adalah menghilangkan atau mengeradikasi bakteri H.pylori dan mengontrol jumlah asam lambung berlebih yang dapat memperparah tukak. Terapi tunggal antibiotik atau terapi tunggal obat penurun kadar asam telah terbukti tidak optimal untuk mengobati tukak yang disebabkan karena infeksi bakteri H.pylori. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kombinasi terapi yang terdiri dari antibiotika ditambah dengan obat-obat yang mampu menurunkan kadar asam lambung (misalnya penghambat pompa proton atau antagonis reseptor H2) untuk pasien yang positif H.pylori(4).
Bagaimana kita mengetahui telah terjadi infeksi bakteri H.pylori? Cara untuk mengetahuinya adalah dengan serangkaian tes di laboratorium. Tes yang dilakukan meliputi tes yang invasif yaitu dengan endoskopi; tes napas untuk mengetahui apakah terdapat urea dalam napas; tes serum darah dan tes feses, keduanya untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap bakteri ini(2). Antibodi IgG merupakan zat yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai mekanisme pertahanan diri jika terdapat infeksi bakteri. Terdeteksinya antibodi IgG dalam serum darah dan feses menunjukkan terdapat infeksi bakteri H.pylori. Walaupun agak memakan biaya, tetapi tes ini sangat penting dilakukan untuk menentukan strategi terapi yang tepat. Jika tidak terdapat bakteri H.pylori maka cukup digunakan obat penekan jumlah asam lambung dan tidak perlu digunakan antibiotika.
Berikut ini adalah obat-obat yang digunakan untuk eradikasi bakteri H.pylori dan mengobati tukak :
ANTIBIOTIK. H.pylori sensitif dengan antibiotik tertentu misalnya amoxicillin (Amoxillin(R)-Pharos, kapsul 500 mg)(1) dan antibiotik golongan makrolida misalnya clarithromycin (Comtro(R)-Combiphar, tablet salut selaput 250 mg) (1). Antibiotik lini kedua yang digunakan yaitu tetrasiklin (Tetrin(R)-Interbat, kapsul 250 mg dan 500 mg) (1), metronidazole (Farizol(R)-Ifars, kaplet 250 mg dan 500 mg) (1), dan ciprofloxacin (Cetafloxo(R)-Soho, kapsul 250 mg dan kaplet 500 mg) (1). Salah satu indikasi semua obat golongan ini adalah untuk mengeradikasi bakteri H.pylori di saluran cerna. Kontraindikasi : pasien yang mengalami hipersensitivitas terhadap antibiotik, ibu hamil dan menyusui (tetrasikiln) (5). Efek samping yang paling umum terjadi dari penggunaan antibiotik adalah permasalahan di saluran pencernaan misalnya mual, muntah dan diare(5). Reaksi alergi dapat terjadi dengan semua antibiotik tetapi yang paling sering terjadi adalah alergi antibiotik golongan penisilin atau sulfa. Reaksi alergi yang terjadi mulai dari bercak merah pada kulit, biasanya jarang, namun parah dan mengancam jiwa karena menyebabkan shock anafilaksis(5).
OBAT PENEKAN JUMLAH ASAM LAMBUNG. Obat-obat golongan ini meliputi penghambat pompa proton (PPI/ proton pump inhibitor); antagonis reseptor H2 (H2RA/ H2 reseptor antagonist); dan antasid. PPI (Proton Pump Inhibitor) bekerja dengan cara menghambat atau memblok langsung tempat yang menghasilkan asam(3). Beberapa macam obat ini yaitu omeprazole (OMZ(R)-Ferron, kapsul 20 mg)(1), esomeprazole (Nexium(R)-AstraZeneca, tablet salut selaput 20 dan 40 mg)(1), lansoprazole (Nufaprazol(R)-Nufarindo, kapsul 30 mg)(1), rabeprazole (Pariet(R)-Eisai, tablet salut enterik 10 mg dan 20 mg)(1), dan pantoprazole (Pantozol(R)-Pharos, tablet 20 dan 40 mg)(1). Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit(3). Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI. Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal lambung. Bila histamin berikatan dengan reseptor H2, maka akan dihasilkan asam(3). Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor, digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Beberapa macam obat ini yaitu cimetidine (Corsamet(R)-Corsa, tablet 200 mg dan 400 mg) (1), famotidine (Ifamul(R)-Guardian Pharmatama, tablet 20 mg)(1), ranitidine (Tricker(R)-Meprofarm, tablet salut selaput 150 mg)(1), dan nizatidine (Axid(R)-Eli Lily, kapsul 150 mg)(1). Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot, dan konstipasi.
BISMUT. Bismut biasanya dikombinasikan dengan obat penekan jumlah asam pada terapi tukak yang disertai infeksi bakteri H.pylori. Bismut aktif melawan H.pylori dengan konsentrasi hambat minimal yaitu 16 mg/ml (4). Beberapa macam obat yang mengandung bismut yaitu Diotame(R) dan Pepto-Bismol(R), keduanya dalam bentuk tablet kunyah 262 mg (5). Bismut dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap bismut.
Berikut ini adalah terapi kombinasi beserta dosis obat yang direkomendasikan dan telah disetujui oleh Food And Drugs Association (FDA) untuk melawan bakteri H.pylori dan menjaga agar tidak terjadi sekresi asam berlebih yang dapat memperparah tukak (4):
PPIAC. Kombinasi ini terdiri dari PPI, amoksisilin, dan clarithromycin yang mempunyai keefektifan 90-95% dalam eradikasi H.pylori. Ketika menggunakan terapi ini, PPI diminum dua kali sehari sebelum makan selama 14 hari; amoksisilin 1000 mg dua kali sehari bersama dengan makanan selama 14 hari; dan clarithromycin 500 mg dua kali sehari diminum bersama dengan makanan selama 14 hari. FDA sudah membuktikan bahwa terapi selama 10 hari juga sudah efektif. Terapi 7 hari tidak disarankan oleh FDA karena kurang efektif dibandingkan terapi selama 10-14 hari. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak ditambahkan pada kombinasi yang menggunakan PPI.
PPIMC. Kombinasi ini terdiri dari PPI, metronidazole, dan clarithromycin. Metronidazole 500 mg dapat digunakan sebagai pengganti amoksisilin karena memiliki daya eradikasi yang sama. Efektivitas kombinasi ini yaitu antara 88-95% untuk memeberantas bakteri H.pylori.
BMT-H2. Kombinasi ini terdiri dari bismut, metronidazole, dan terasiklin, ditambah dengan antagonis reseptor H2. Terapi ini agak rumit karena menggunakan empat macam obat yang diberikan empat kali sehari selama dua minggu dan masih dilanjutkan terapi dengan obat antagonis reseptor H2 selama 16 hari. Bismut yang diberikan adalah bismuth salisilat 262 mg, dua tablet empat kali sehari dengan cara dikunyah selama 14 hari diminum bersama makanan dan sebelum tidur. Metronidazole 250 mg diminum empat kali sehari selama dua minggu diminum bersama makanan dan sebelum tidur. Tetrasiklin 500 mg diberikan empat kali sehari selama 14 hari diminum bersama makanan dan sebelum tidur. Antagonis reseptor H2 diberikan selama 30 hari untuk meningkatkan kesembuhan. PPI yang diminum dua kali sehari dapat digunakan untuk mengganti antagonis reseptor H2.
RBC-C. Kombinasi ini terdiri dari ranitidine, bismut citrat, dan clarithromycin. Ranitidine 150 mg ditambah bismut sitrat 240 mg diminum dua kali sehari selama empat minggu dikombinasikan dengan clarithromycin 500 mg diminum tiga kali sehari untuk dua minggu pertama. Kombinasi ini kurang efektif dibanding kombinasi lainnya di atas. Selain itu, waktu pemberiannya juga agak merepotkan, durasinya lama (empat minggu), ditambah lagi hanya satu antibiotik yang digunakan. RBC merupakan pilihan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.

Terapi kombinasi tersebut akan mampu membunuh bakteri H.pylori yang menyebabkan tukak dan memperparah tukak. Mengapa kita harus waspada terhadap bakteri H.pylori? Bakteri ini banyak ditemukan di negara-negara berkembang, dan angka kejadian tukak karena infeksi bakteri ini sangat tinggi di negara berkembang yang padat penduduknya, ekonomi lemah dan sanitasi lingkungannya yang buruk. Kita tinggal di Indonesia, negara yang sanitasi lingkungannya cukup amburadul. Dengan kata lain, kita pun akan mudah terserang infeksi bakteri ini. Satu-satunya cara adalah dengan tetap menjaga kebersihan lingkungan dan perubahan gaya hidup dan pola makan Anda. Jangan abaikan rasa nyeri di dalam tubuh Anda sebelum terjadi sesuatu yang lebih parah dalam tubuh Anda. Jangan sampai masa tua Anda menjadi sengsara karena serangan asam lambung yang berlebihan dan ulah jahat bakteri H.pylori yang tinggal dengan enaknya, membentuk keluarga bakteri yang hidup dengan nyaman di dalam saluran cerna Anda. Bukan bermaksud menakut-nakuti, tetapi harga yang harus dibayar di waktu kemudian bisa tak terhingga mahalnya jika semuanya sudah terlambat untuk diatasi. Obati sebelum terlambat!

PUSTAKA
1). Anonim, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi 2006/2007, Edisi 6, Info Master, Jakarta.
2). DiPiro, T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Pasey, l.M., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiological Approach, 6th Ed., The McGraw-Hill Inc., USA.
3). Hardman, J.G., Limbird, L.E., Molinof, P.B., Ruddon, R.w., 2006, The Pharmacological Basic of Therapeutics, 9th Ed., The McGraw-Hill Companies Inc., USA.
4). Kimble, M.A., Young, L.E., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., 2005, Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, 8th Ed., Lippincot Williams & Wilkins, USA.
5). Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., Drug Information Handbook, 14th Ed., Lexicomp Inc., USA.

Sumber : http://yosefw.wordpress.com