Kamis, 20 Juni 2013

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL



MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL



I. DEFENISI MASALAH KEBIJAKAN

Lumbung Ikan dalam program ini diartikan sebagai kawasan penghasil ikan utama di Indonesia secara berkelanjutan, yang pengelolaannya terintegrasi di dalam kerangka Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).
Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) diartikan sebagai rangkaian kegiatan pengelolaan produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran hasil kelautan perikanan, yang dilakukan secara bertahap dan saling berkaitan pada level nasional, agar tercipta jaminan ketersediaan, stabilitas harga, ketahanan pangan, menjaga kualitas ikan, serta mendorong pertumbuhan industri pengolahan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

II. BUKTI PERMASALAHAN

Ikan secara nyata telah menjadi salah satu komoditi pangan penting dalam memenuhi kebutuhan domestik Indonesia dan juga masyarakat dunia. Konsumsi ikan secara global saat ini semakin meningkat. Peningkatan konsumsi ikan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (a) Meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya pendapatan masyarakat dunia, (b) Meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) (rendahnya kandungan kolesterol, tinggi asam lemak tak jenuh ganda omega-3, dan komposisi asam amino yang lebih lengkap) sehingga mendorong konsumsi  daging dari pola red meat ke white meat, dan (c) Berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan seperti sapi gila, anthraks, dan flu burung. Sehingga produk perikanan menjadi pilihan alternatif terbaik. Terjadinya perubahan paradigma dan pemahaman masyarakat tersebut, maka ikan dirasakan sebagai salah satu pilihan terbaik bagi salah satu sumber protein penting dan diperlukan dukungan yang tinggi dari pemerintah terhadap penyediaan pangan hewani.


1.1.            Potensi Kelautan Perikanan
Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan dengan luas wilayah 712.479,65 Km2 memiliki laut dengan luasan mencapai 92,4% (658.294,69 Km2) dibandingkan dengan daratannya yang luasnya hanya  7,6%(54.185 Km2). Letak geografis Maluku menyebabkan keadaan oseanografinya memberikan beberapa keuntungan yang membuatnya kaya akan sumberdaya ikan. Laut Banda misalnya menjadi tujuan ruaya beberapa jenis pelagis besarseperti tuna sebagai feeding dan spawning ground jenis tersebut. Dengan jumlah pulau sebanyak 1411 buah juga memungkinkan dikembangkannya berbagai kegiatan budidaya laut dan payaudi Provinsi ini. Semua potensi kelautan perikanan Maluku tersebut dapat dikelompokan menjadi potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya serta pesisir dan pulau kecil, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.1.1.      Potensi Perikanan Tangkap
Wilayah laut Provinsi Maluku memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar, yang kesemuanya terbagi kedalam 3 (tiga) WPP (wilayah Pengelolaan Perikanan). Berdasarkan hasil kajian potensi sumberdaya ikan nasional yang dilakukan oleh Kelompok Pengkajian Stok Ikan Nasional, potensi ikan pada ketiga Wilayah Pengeloaan Perikanan (WPP) di Provinsi Maluku tersebut adalah sebagai berikut :
(1)     WPP Laut Seram dan Teluk Tomini diperoleh nilai potensi sebesar 587.000 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelagis kecil (378.800 ton/tahun), ikan pelagis besar (106.000 ton/tahun) dan ikan demersal (83.800 ton/tahun). Pada WPP ini terdapat  tingkat  pemanfaatan  yang  baik  dan peluang pengembangan pada sumberdaya ikan pelagis besar, pelagis kecil dan ikan demersal. Untuk komoditas  Udang  Penaeid    telah   melampaui  kapasitas  atau  telah  terjadi  over  fishing  sehingga  perlu  dibatasi  aktifitas  penangkapannya.Adapun total potensi yang tersedia secara keseluruhan adalah sebesar 587.000 ton/tahun, sedangkan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) secara keseluruhan adalah 469.500 ton/tahun.
(2)     WPP Laut Banda diperoleh nilai potensi sebesar 248.400 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelagis kecil (132.000 ton/tahun), ikan pelajik besar (104.100 ton/tahun) dan ikan demersal (9.300 ton/tahun) dengan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 198.700 ton/tahun. Untuk WPP Laut Banda secara total potensi yang tersedia  adalah sebesar 248.400 ton/tahun, dengan total jumlah tangkap yang diperbolehkan 198.700 ton/tahun. Hasil kajian untuk WPP ini juga menunjukan bahwa, telah terjadi aktifitas tangkap lebih (over fishing) terutama jenis ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi–cumi, sedangkan peluang pengembangan masih dapat dilakukan pada sumberdaya perikanan pelagis besar.
(3)     WPP Laut Arafura diperoleh nilai potensi sebesar 792.100 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelagis kecil (468.700 ton/tahun), ikan demersal (246.800 ton/tahun) dan ikan pelagis besar (50.900 ton/tahun).Untuk WPP Laut Arafura pengkajian yang dilakukan menunjukan adanya ketersediaan potensi sumberdaya ikan secara keseluruhan sebesar 792.100 ton/tahun, dengan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600 ton/tahun.  Pada WPP ini terdapat peluang untuk pengembangan penangkapan ikan pelagis kecil, sedangkan untuk sumberdaya ikan lainnya telah mendekati tingkat kejenuhan tetapi belum terjadi over fishing, sehingga memerlukan tindakan pengelolaan secara terbatas.
Aktifitas usaha penangkapan ikan yang telah dilaksanakan di ketiga WPP diatas, hingga Tahun 2010 menghasilkan produksi ikan sejumlah 368.132,3 ton. Jumlah ini baru 28,27% dari potensi sumberdaya ikan yang tersedia, namun karena ketiga WPP tersebut dikelola juga oleh Provinsi lain, maka hasil kajian menunjukan tingkat pemanfaatannya telah mencapai 42%.

1.1.2.      Potensi Budidaya Perikanan
Provinsi Maluku juga mempunyai peluang yang sangat besar untuk pengembangan budidaya perikanan, dilihat dari lingkungan strategis dan potensi sumberdaya lahan yang tersedia, utamanya untuk budidaya perikanan laut (marine culture) dan perikanan air payau.Lahan budidaya perikanan laut yang tersedia di Provinsi Maluku mencapai luas sekitar 495.300 Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru sekitar 5 %. Potensi perikanan budidaya air payau Provinsi Maluku memiliki lahan potensial seluas 191.450 Ha dengan tingkat pemanfaatan 3,5%, yang dapat dikembangkan untuk budidaya udang dan bandeng. Sedangkan luas lahan efektif yang dapat dikembangkan untuk budidaya air tawar diperkirakan mencapai 11.700 Ha, utamanya  di Pulau Seram dan Buru, dengan tiingkat pemanfaatan dibawah 2 %.
Selain ketersediaan areal budidaya, juga tersedia potensi suplai benih bagi kegiatan budidaya, baik benih dari alam maupun dari pusat perbenihan. Sebagai informasi Loka Budidaya Laut Ambon setiap minggu bisa membuang 35 ribu ekor benih ikan kerapu ke perairan Teluk Ambon Dalam, karena rendahnya permintaan untuk kegiatan budidaya laut.

1.1.3.      Potensi Pesisir Pulau Kecil
Beberapa ekosistem khas pesisir di Provinsi Maluku seperti mangrove, lamun serta terumbu karang, memiliki luasan yang signifikan untuk mendukung keberadaan dan keberlanjutan potensi perikanan kelautan lainnya terutama sumberdaya ikan. Ekosistem mangrove yang ada di Provinsi Maluku diperkirakan seluas 1.322.907  Km2, sedangkan eksistem terumbu karang seluas 1.323,44 Km2, dan lamun seluas 393,07 Km2. Selain itu ribuan pulau besar kecil di provinsi ini juga menyebabkan panjangnya garis pantai yang ada, dimana diketahui sekitar 10.630,10 km panjang garis pantai di Maluku atau 13 % dari total panjang garis pantai di Indonesia. Garis pantai yang panjang tersebut memungkinkan berlangsungnya berbagai kegiatan pesisir terutama kegiatan budidaya laut.
1.2.            Dukungan Kelembagaan dan Sarana Prasarana Kelautan Perikanan
Hingga saat ini terdapat beberapa kelembagaan dan sarana prasarana di Provinsi Maluku, yang dapat digunakan untuk mendukung pemanfaatan potensi kelautan perikanan yang besar tersebut. Kelembagaan yang ada meliputi lembaga pendidikan penunjang suplai sumberdaya manusia, lembaga penelitian penunjang teknologi, serta lembaga produksi penunjang bahan produksi.
1.2.1.      Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang ada meliputi strata pendidikan menengah umum hingga strata pendidikan tinggi, serta lembaga pendidikan non strata. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut yaitu Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), serta beberapa perguruan tinggi seperti Akademi Maritim, Universitas Pattimura, Universitas Darusallam, Sekolah Tinggi Perikanan Neira dan Politeknik Perikanan Tual. Sedangkan lembaga pendidikan non strata adalah lembaga yang lebih bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan sumberdaya manusia kelautan perikanan, seperti Balai Ketrampilan Penangkapan Ikan (BKPI), serta beberapa Balai lainnya yang disamping bertujuan mengembangkan teknologi dan memproduksi bahan dan sarana produksi, juga memberikan ketrampilan kepada pelaku kegiatan kelautan perikanan.
1.2.2.      Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian yang berkontribusi bagi pengembangan teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan antara lain meliputi lembaga penelitian yang berada dalam lembaga pendidikan seperti Fakultas Perikanan dan Fakultas Teknik Perkapalan pada Universitas Pattimura dan Universitas Darusallam. Selain itu terdapat juga beberapa lembaga penelitian dibawah kendali pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana sebagian dari lembaga ini selain mengembangkan teknologi juga berperan dalam suplai bahan dan sarana produksi. Lembaga-lembaga penelitian tersebut adalah LON LIPI Ambon, Loka Budidaya Laut Ambon, BPSDM Ambon, Balai Budidaya Ikan Payau Masika Jaya dan Balai Budidaya Laut Tual, serta Balai Benih Ikan Air Tawar Waiheru.

1.2.3.      Lembaga dan Sarana Pendukung Lainnya
Sarana Prasarana lain pendukung kegiatan kelautan perikanan di Provinsi Maluku antara lain beberapa pelabuhan perikanan, Laboratorium Pengujian Pengontrolan Mutu Hasil Perikanan, serta beberapa pelabuhan udara dengan penerbangan rutin berjadwal.
Di Provinsi Maluku terdapat 13 pelabuhan perikanan yang tersebar pada semua Kabupaten Kota, namun demikian hanya ada 6 pelabuhan perikanan yang saat ini dapat dimanfaatkan. Pelabuhan tersebut adalah PPN Pandan Kasturi dan PPI Eri di Ambon, PPN Dumar di Tual, PPI Masarette di Buru,PPI Amahai di Masohi dan PPI Tamher di Seram Timur. Pelabuhan-pelabuhan perikanan lainnya sebagian besar sedang dalam penyelesaian pembangunan, sehingga kedepan diharapkan dapat mendukung kegiatan kelautan perikanan di wilayah lain. Pelabuhan-pelabuhan ini adalah PPI Piru di Seram Barat, PPI Neira di Pulau Banda, PPI Kelvik Taar di Maluku Tenggara, PPI Dobo dan PPI Kalar-Kalar di Kepulauan Aru, PPI Saumlaki di Maluku Tenggara Barat dan PPI Wetar di Maluku Barat Daya.
Terdapat juga 3 Laboratorium Pengontrolan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) yang dapat mendukung kegiatan ekspor dan intra seluler produk kelautan perikanan di Maluku. Laboratorium-laboratorium tersebut tersebar di Ambon, Tual dan Dobo.
Pelabuhan-pelabuhan udara yang telah menyelenggarakan penerbangan rutin berjadwal setiap hari adalah Pelabuhan Udara Tual, Dobo, Saumlaki, Bula dan Ambon. Pelabuhan-pelabuhan udara ini terhubung langsung dengan Ambon sebagai pintu keluar menuju pelabuhan internasional lainnya, dimana beberapa dari pelabuhan udara ini seperti Tual, Saumlaki dan Dobo memiliki jadwal penerbangan rutin lebih dari satu kali ke Ambon.
Secara nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki visi utama untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada Tahun 2015. Visi tersebut perlu didukung melalui beberapa program dimana salah satu dari program tersebut dapat dilakukan pada wilayah kelautan perikanan dengan potensi terbesar di Indonesia yaitu wilayah kelautan perikanan Provinsi Maluku.
Berdasarkan fakta potensi dan dukungan kelembagaan diatas, sudah seharusnya kekayaan sumber daya laut tersebut dapat mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Maluku pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.  Selain itu, Provinsi Maluku juga dapat menjadi Lumbung Ikan Nasional, mengingat besarnya potensi sumber daya ikan yang dikandung oleh perairan lautnya.

1.2.      Potensi Nelayan Lokal

            Dari data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2010 dapat dilihat bahwa jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) sebsesar 59.619; jumlah       armada penangkapan 50.492 buah;  jumlah unit alat penangkapan 65.409 buah  dengan total produksi 750.933,9 ton. Jumlah RTP nelayan pembudidaya sebesar 13.724 ; dengan luas areal budidaya 6.326 Ha, dengan total produksi sebesar 379.969



III. KAJIAN PENYEBAB MASALAH

Pada dasarnya, prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia telah diatur
jelas pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 (dikenal dengan sistem pengelolaan
bersifat state property), sehingga sumberdaya perikanan di Indonesia bersifat quasi
open access, dimana sumberdaya tidak sepenuhnya dapat diakses karena adanya peraturan yang mengatur. Namun, seringkali aturan dibuat tidak dengan cara partisipatif dan merupakan hasil pertimbangan dari pemerintah pusat tanpa memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat setempat. Akibatnya kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan justru menimbulkan masalah-masalah baru karena masing-masing pihak memiliki kepentingan, keinginan dan prioritas yang berbeda-
beda. Perbedaan kepentingan, keinginan dan prioritas yang ada merupakan sumber pemicu munculnya konflik .

Dari data  potensi perikanan yang ada, dapat dilihat bahwa dengan potensi yang ada  nelayan lokal akan kalah untuk dapat mengambil bagian dalam program kebijakan Lumbung Ikan Nasional. Hal yang paling ditakutkan adalah tidak mampunya nelayan lokal bersaing dengan perusahan-perusahan besar yang akan melakukan investasi penangkapan di perairan laut Maluku. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dalam segi modal dan peralatan yang dimiliki oleh nelayan lokal, sehingga dapat memicu permasalah baru atau konflik antara nelayan lokal dengan perusahan-perusahan yang dilengkapi dengan armada- armada tangkap yang berteknologi canggih.


IV. EVALUASI KEBIJAKAN LUMBUNG IKAN

Dalam satu tahun ter­akhir ini, Pengembangan Lumbung Ikan Nasional di Maluku merupakan sebuah konsep yang besar sehingga tidak terfokus pada apa yang perlu dan harus dilakukan. Banyak sarana dan prasarana serta infrastruktur,  yang belum memadai untuk menunjang program raksasa tersebut. Selain itu kesiapan masyarakat khususnya masyarakat nelayan di Maluku masih jauh dari harapan.


V. ALTERNATIF KEBIJKAN
  
Bertolak dari evaluasi diatas maka alternatif kebijakan yang dapat diambil adalah KKP melihat program secara tidak meluas namun lebih terfokus.  Pengembangan Lumbung Ikan Nasional di Maluku ke depan, harus lebih spesifik se­hingga ke depan pemerintah daerah dapat melihat hal tersebut secara tematis, dengan memfokuskan pada Satu Produk Unggulan Perikanan dari Maluku.

VI. KEBIJAKAN ALTERNATIF TERBAIK
Dari alternatif kebijakan yang diambil, maka dapat diambil sebuah kebjikan yang paling terbaik adalah, Maluku dijadikan sebagai produsen Mutiara dunia. Hal ini dikarenakan Provinsi Maluku merupakan peng­hasil mutiara terbaik di Indonesia, namun pengembangan pengelolaan­nya belum maksimal dibanding daerah-daerah penghasil mutiara lainnya di Indonesia.


SUMBER :

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. 2010. Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. Ambon.

Soselissa, A., 2011. Bahan Kuliah Analisis Kebijakan. Program Pasca Sarjana, Universitas Pattimura Ambon.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar